Selasa, 30 Mei 2017

Hakekat Manusia menurut Auguste Comte


1. Tahap Teologis
Merupakan tahap paling awal dalam perkembangan akal manusia. Pada tahap ini manusia berpikir bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa yang disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia. Tahap ini dijumpai pada manusia purba, di mana alam semesta dimengerti sebagai keseluruhan yang integral dan terdiri dari makhluk-makhluk yang mempunyai kedudukan yang kurang lebih setara dengan mereka. Keseluruhan alam semesta ini dihayati sebagai sesuatu yang hidup, berjiwa, berkemauan, dan bertindak sendiri. Di sini, manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, di balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.
Intinya pada tahap Teologis ini seseorang mengarahkan rohnya pada hakikat batiniah segala sesuatu, kepada sebab pertama, dan tujuan terakhir segala sesuatu, kepada sebab pertama, dan tujuan terakhir segala sesuatu. Menurut Comte pada tahap ini, manusia berkeyakinan bahwa setiap benda-benda merupakan ungkapan dari supernaturalisme. 

Tahap ini bisa disebut sebagai tahap kekanak-kanakan dimana manusia tidak mempunyai daya kritis sama sekali.

Ada beberapa cara berpikir dalam tahap ini:
a. Fetiyisme dan Animisme
Manusia purba tidak mengenal konsep abstrak; benda-benda tidak dimengerti dalam bentuk konsep umum, tetapi sebagai sesuatu yang individual. Manusia mempercayai adanya kekuatan magis di benda-benda tertentu,  yang mempunyai jiwa dan rohnya sendiri.
b. Politeisme
Adalah pemikiran yang lebih maju, yang sudah mulai mengelompokkan semua benda dan kejadian ke dalam konsep yang lebi umum berdasarkan kesamaan di antara mereka. Dalam tahap ini manusia tidak lagi berpikir tiap-tiap benda yang mempunyai roh, tapi tiap jenis atau kelas benda. Misalnya dalam cara berpikir animisme diyakini bahwa tiap sawah dan ladang dihuni oleh roh-roh leluhur penduduk desa, maka dalam cara berpikir politeisme diyakini bahwa Dewi Sri yang menghuni dan memelihara semua sawah dan ladang di desa manapun.
c. Monoteisme
Tahap tertinggi di mana manusia menyatukan roh (dewa) dari benda-benda, dan hanya mengakui satu Roh yang mengatur dan menguasai bumi dan langit. Semua benda dan kejadian, termasuk manusia, berasal dan berakhir dari kekuatan Roh itu, yaitu Tuhan.
Monoteisme memungkinkan berkembangnya dogma-dogma agama yang membawa pengaruh yang besar pada kehidupan manusia, karena dijadikan suatu pedoman hidup masyarakat dan landasan institusional dan alat jastifikasi suatu negara.


2. Tahap Metafisik
Tahap ini berlangsung dari 1300 sampai dengan 1800. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep “alam”, sebagai asal mula semua gejala. Pada prinsipinya hanya merupakan pengembangan dari tahap teologis. Perbedaan kedua cara berpikir tersebut adalah pada tahap ini manusia mulai mencari pengertian dan bukti-bukti logis yang meyakinkannya tentang sesuatu dengan konsep-konsep abstrak dan metafisik. Manusia seringkali percaya bahwa Tuhan adalah makhluk abstrak, dan bahwa kekuatan atau kekuasaan abstrak itu menunjukkan dan menentukan setiap kejadian di dunia.

3. Tahap Positifistik
Disebut juga tahap ilmu pengetahuan, karena dalam tahap ini manusia sudah mampu berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini gejala dan kejadian alam tidak lagi dijelaskan secara a priori, melainkan berdasarkan observasi, percobaan, dan perbandingan yang terbukti dan dapat dipertanggungjawabkan. Hukum-hukum yang ditemukan dengan cara demikian bersifat praktis dan bermanfaat, karena dengan mengetahui dan menguasai hukum-hukum tersebut kita dapat mengontrol dan memanipulasi gejala atau kejadian tertentu sebagai sarana untuk mewujudkan kehidupan di masa depan yang lebih baik. Menurut Comte, positivisme adalah cara intelektual memandang dunia yang merupakan perilaku tertinggi dan paling berkembang dalam kehidupan manusia.

Tujuan tertinggi dari tahap positif adalah menyusun dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum. Bagi Comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang ilmu pengetahuan. Comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran metafisis dan akhirnya dipengaruhi hukum positif.
Bagaimanapun Comte sadar bahwa di dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus menerus sekalipun tidak merupakan jalan lurus. Tiga tahap berpikir tersebut mungkin hidup berdampingan dalam masyarakat yang sama walau mungkin tidak selalu berurutan. Misalnya, ketika seorang masih berpikir secara metafisik atau teologis, berarti ia masih berpikiran primitif walaupun hidup di zaman modern. Perkembangan intelektual (berpikir) berlaku bagi manusia, baik sebagai kelompok masyarakat, maupun sebagai indvidu.

Mitha Faliani Agustina
20160701016

sumber :
https://tempussomnium.wordpress.com/2016/05/24/hakekat-manusia-berdasarkan-auguste-comte/
https://julezcampuslife.wordpress.com/2016/05/25/peradaban-manusia-menurut-auguste-comte/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar